Publikasi

Hoaks Bisa Berdampak Kekerasaan Bagi Penyelenggara Pemilu

Bali, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, menyatakan hoaks atau berita bohong ketika sudah tersebar di media sosial, maka tidak mudah untuk diselesaikan. Bertolak belakang dengan ketika berita bohon tersebut ditempel di spanduk atau selebaran. “Kalau berita bohong hanya ditempel di spanduk atau selebaran, spanduk kita ambil, selesai,” ujarnya di sela-sela diskusi dengan media pada kegiatan Media Gathering 2019 yang bertajuk “Pers Lawan Hoaks Pemilu 2019” di Bali, Jumat (15/3/2019).

Bahkan, lebih lanjut, Afif menegaskan, berita bohong bisa berdampak kekerasan bagi penyelenggara pemilu. Kekerasan ini, menurut Afif, bisa berarti fisik atau non-fisik. Misalnya, hoaks tujuh kontainer, yang disasar adalah ketidakpercayaan masyarakat kepada KPU maupun Bawaslu. Kalau orang tidak mengecek fakta, yang akan muncul adalah kebencian atau kejengkelan, minimal ketidaksukaan terhadap penyelenggara.

Bawaslu sendiri memasukkan hoaks atau berita bohong dalam pemetaan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2019. Dalam IKP, Bawaslu mencatat 92 kabupaten/kota dengan kategori tinggi dalam memproduksi informasi-informasi yang tidak benar. Untuk mengklarifikasi informasi-informasi yang tidak benar ini sangat menyita energi bagi penyelenggara pemilu baik Bawaslu maupun KPU.

Penulis/foto : Agus/Nurisman

disunting dari BAWASLU RI